Sabtu, 17 November 2012

Japanese do in June


First of all - Backdrop
Jepang merupakan Negara yang mempunyai empat musim yaitu musim semi (haru), musim panas (natsu), musim gugur (aki) dan musim dingin (fuyu). Sama halnya dengan Negara lain yang mempunyai empat musim, Jepang juga mengalami perubahan musim tiap periode tertentu. Yang membedakan adalah Jepang selalu mengadakan suatu perayaan atau festival yang identik dengan musim yang akan atau sedang berlangsung. Inilah yang menjadi ciri khas Jepang. Sama halnya dengan musim semi (haru), pada saat musim panas pun ada hari-hari tertentu yang menjadi simbol pelaksanaan suatu matsuri. Misalnya Nyuubai, Taue, Tanabata, Bon dan Doyou.
Contents
Menurut salah satu sumber, musim panas di Jepang baru akan mejelang pada bulan Juli. Musim yang menurut informasi lain adalah musim yang memaksa kita harus siap menahan panasnya udara dan teriknya sinar matahari. Masa di mana siang jauh lebih panjang dibandingkan dengan malam hari.
Bulan Juni ini merupakan bulan Juni pertama bagi saya tinggal di Jepang. Dalam sebulan ini udara Jepang saya rasakan begitu gerahnya. Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan saat musim dingin. Menurut informasi musim, sebetulnya bulan Juni masih termasuk ke dalam musim semi atau mungkin tepatnya adalah bagian akhir musim semi menjelang datangnya musim panas. Layaknya sesuatu yang berada pada posisi antara, mungkin itu pula yang menyebabkan kenapa di bulan Juni ini udara terasa lebih panas jika dibandingkan dengan periode awal musim semi yakni di bulan April dan Mei. Pada kedua bulan tersebut udara terasa begitu nyaman. Terkadang terangnya terpaan sinar matahari tidak menimbulkan rasa panas di kulit kita yang diterpanya. Sedangkan selama hari-hari di bulan juni ini teriknya sinar matahari begitu terasa di kulit, kelembaban udara yang tinggi menyebabkan rasa gerah yang membuat perasaan tidak nyaman. Saya dan teman Indonesia sempat berkelakar “ kalau bulan Juni aja gerahnya sudah begini, gimana rasanya di bulan Juli dan Agustus yang dikatakan merupakan masa-masa puncaknya musim panas”.
Ketika berada di rumah, jika kita ingin terbebas dari kegerahan udara, maka pendingin ruangan mestinya dinyalakan. Kalau tidak tubuh rasanya seperti bergetah. Beruntung bagi saya di siang hari yang selalu berada di kampus yang seluruh ruangannya dipasang sistem pendingin. Gerahnya suasana rumah akan terasa saat hari libur dimana kita tidak ke kampus dan juga saat malam hari. Di samping udara yang terasa gerah, dengan frekuensi yang tinggi, selama bulan Juni ini juga terjadi angina yang cukup kencang. Keberadaan angin ini terkadang cukup membantu mengusir hawa gerah yang ada. Tak jarang saya membuka jendela lebar-lebar ketika berada di rumah, baik siang dan malam hari guna mengusir kegerahan dan membiarkan hembusan angin masuk ke dalam ruangan.
Selama bulan ini masyarakat Jepang banyak yang mengenakan payung saat berada di luar ruangan walau hari tidak hujan. Di stasiun atau terkadang di dalam kereta ada saja dijumpai orang yang sedang mengipas-ngipas tubuhnya dengan kepas, atau menyeka buka atau lehernya dengan sapu tangan. Baju jas lebih banyak yang dijinjing ketika masih berada dalam perjalanan baik menuju atau meninggalkan tempat kerja/ tempat aktivitas lainnya. Maka kalau kepada saya ditanya mana yang lebih disukai suasana pada musim dingin, semi, atau panas ( musim panas sebenarnya belum dimulai, tapi suasananya bisa tergambar di bulan Juni ), maka saya akan mengurutkannya mulai dari yang paling disukai adalah sebagai berikut : musim semi, musim dingin dan terakhir musim panas.
1.      NYUUBAI
Nyuubai merupakan masuknya masa musim hujan yang terjadi di seluruh Jepang (kecuali Hokkaido dan Kepulauan Ogasawara). Momen ini biasanya berlangsung sekitar bulan Mei hingga Juli yang ditandai dengan meningkatnya curah hujan (biasa dikenal dengan istilah Tsuyu). Namun secara berangsur-angsur curah hujan akan kembali menurun dan biasanya menjadi jarang sekali turun hujan (dikenal dengan istilah Karatsuyu). Jika Karatsuyu menjelang ini berarti merupakan suatu bencana bagi para petani yang mempunyai sawah, karena sawah-sawah mereka akan kekurangan air selama Karatsuyu berlangsung.
Musim hujan berawal ketika udara lembab di atas Samudra Pasifik bertemu dengan udara dingin yang berasal dari daratan China. Selanjutnya akan terbentuk badai yang disebut Depresi Frontal yang menyebabkan turunnya hujan. Massa udara hangat dan udara dingin sangat berpengaruh terhadap curah hujan yang turun. Massa udara baik dingin maupun panas yang terlalu besar atau terlalu akan menyebabkan bencana alam berupa banjir atau kekeringan. 
2.      TAUE
Taue merupakan salah satu festival musim panas yang diadakan untuk menyambut datangnya musim menanam padi. Festival ini biasa diadakan tiap bulan Juni. Menanam padi merupakan pekerjaan yang penting karena padi nantinya akan menjadi makanan pokok. Penanaman padi biasanya dilakukan pada awal Juni hingga pertengahan Juni. Akhir-akhir ini penanaman padi di dekat kota besar jarang terlihat karena jumlah petani yang menanam padi jumlahnya makin berkurang.
3.      TERU-TERU BOZU (てるてる坊主)
Teru teru bozu adalah boneka tradisional Jepang yang terbuat dari kertas atau kain putih yang digantung di tepi jendela dengan menggunakan benang. Dari segi bentuk dan pembuatannya, boneka tersebut mirip dengan boneka hantu seperti yang dibuat pada saat Halloween. Jimat ini diyakini memiliki kekuatan ajaib yang mampu mendatangkan cuaca cerah dan menghentikan atau mencegah hujan. Dalam bahasa Jepang, teru adalah kata kerja yang berarti "bersinar" atau "cerah", dan bōzu dapat berarti bhiksu, atau dalam bahasa pergaulan masa kini dapat berarti "kepala botak"; kata itu juga merupakan istilah akrab untuk menyebut bocah lelaki.


Teru teru bōzu menjadi populer selama zaman Edo di antara masyarakat urban di mana anak-anak membuatnya untuk memohon cuaca baik sehari sebelumnya dan bernyanyi "pendeta cuaca baik, cerahkan cuaca esok hari.”
Secara tradisonal, jika cuaca berubah cerah, mereka akan digambari mata (bandingkan dengan daruma), sesajen berupa sake suci (神酒) dituangkan pada mereka, kemudian dihanyutkan di sungai. Di masa kini, anak-anak membuat teru-teru-bōzu dari kertas tisu atau kapas dan benang lalu menggantungnya di jendela ketika mengharapkan hari yang cerah, seringkali sebelum hari piknik sekolah. Menggantungnya secara terbalik berarti memohon agar hujan turun.

5.      Koromo-gae (pergantian baju untuk musim ini)
Menurut tradisi awal bulan Juni adalah waktu untuk mulai mengenakan pakaian musim panas. Pakaian musim dingin disimpan untuk musim tersebut. Kebiasaan ini dimulai sebagai kegiatan resmi di Istana Kaisar, kemudian mulai menyebar ke masyarakat umum. Sekolah dan perusahaan yang berseragam masih mengikuti kebiasaan ini, dengan setiap orang mulai mengenakan seraga, musim panas mereka pada saat ini.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar